Kamis, 01 Desember 2011

LAPORAN PRAKTIKUM
TANAMAN HORTIKULTURA
JUDUL
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI CABAI KERITING (Capsicum annum L) Var.  PADA BERBAGAI PEMBERIAN DOSIS PUPUK KANDANG              


               BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar belakang
Tanaman cabai (Capsicum annum L) berasal dari dunia tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko. Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Dermawan, 2010).
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A, C), damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulan. Jika seseorang mengonsumsi kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata. Selain kapsaisin, cabai juga mengandung kapsisidin. Khasiatnya untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi system pencernaan. Unsur lain di dalam cabai adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal.
Di Indonesia cabai merah merupakan bahan sebuah masakan sehingga cabai merah sangat diperlukan oleh sebagian besar ibu ramah tangga sebagai pelengkap bumbu dapur. Di pasar-pasar tradisional seperti Jakarta setiap hari membutuhkan buah cabai merah setiap sebanyak 75 ton dan di pasar tradisional Bandung membutuhkan 32 ton per hari. Umumnya cabai merah dikumpulkan oleh para pedagang pengumpul dari petani di sekitar daerah sentra. Di samping untuk memenuhi keperluan konsumsi di dalam negeri, cabai merah juga diekspor meskipun jumlahnya masih relatif kecil. Untuk itu, diperlukan adanya penerapan tehnik budidaya yang tepat sehingga produksi yang dihasilkan tinggi dan berkualitas
Salah satu tehnologi untuk meningkatkan keberhasilan produksi cabai  dengan penggunaan penambahan pupuk kandang. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang memang dapat menyediakan unsur hara tanaman dan mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisik dan kimia tanah serta mendorong jasad renik   ( Sutedjo, 2002).
Sejak peradaban paling awal, pupuk kandang dianggap sebagai sumber hara utama. Di Amerika 73 % dari kotoran ternak yang dihasilkan dalam kandang(157 juta ton) diberikan dalam tanah sebagai pupuk. Taksiran total N, P, dan K masingmasing sebesar 0,787; 0,572; dan 1,093 juta ton diberikan setiap tahun, yang setara dengan 8, 21, 0,572 % kebutuhan pupuk setiap tahun sebagai pupuk komersial (Power dan Papendick, 1997).
Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air kencing, dan sisa makanan (tanaman). Dengan demikian susunan kimianya tergantung dari: (1) jenis ternak, (2) umur dan keadaan hewan, (3) sifat dan jumlah amparan, dan (4) cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai. Sebagian dari padatan yang terdapat dalam pupuk kandang terdiri dari senyawa organik, antara lain selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti yang di jumpai dalam humus ligno-protein. (Brady, 1990).
Berdasarkan urain  tentang  manfaat pupuk kandang, maka dalam praktikum mata kuliah Tanaman Hortikultura akan melaksanakan pengamatan Pengaruh Penambahan dosis Pupuk kandang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai kriting ( Capsicum Annum L) Var.
1.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai keriting (Capsicum Annum L.) Var.

1.3. Hipotesis
Bahwa dengan penambahan dosis pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai keriting merah.
  
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai
Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai termasuk kedalam :
Divisi                : Spermatophyta
Sub divisi          : Angiospermae
Kelas                 : Dicotyledoneae
Ordo                 : Solanales
Famili                : Solanaceae
Genus               : Capsicum
Spesies              : Capsicum annum L
Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempahrempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bias dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar ( Harpenas, 2010). Seperti tanaman yang lainnya, tanaman cabai mempunyai bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
1. Akar
Menurut (Harpenas, 2010), cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Sedangkan menurut (Tjahjadi, 1991) akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah, berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar- akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa yang rapat.
2. Batang
Batang utama cabai menurut (Hewindati, 2006) tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Sedangkan menurut (Anonimb, 2009), batang cabai memiliki Batang berkayu, berbuku-buku, percabangan lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna hijau. Menurut (Tjahjadi, 1991) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm dengan diameter data 5-2 cm.
3. Daun
Daun cabai menurut (Dermawan, 2010) berbentuk hati , lonjong,matau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling. Sedangkan menurut (Hewindati, 2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan Daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.
4. Bunga
Menurut (Hendiwati, 2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil,umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Sedangkan menurut (Anonima, 2007) bunga cabai merupakan bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. (Tjahjadi, 2010) menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1- 1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna kepala putik kuning.
5. Buah dan Biji
 Buah cabai menurut (Anonimc, 2010), buahnya buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang menciumnya, tetapi orang tetap membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.
2.2 Pemberian Bahan Organik
Pemberian bahan organik (misalnya pupuk kandang) merupakan salah satu cara dalam upaya meningkatkan kualitas tanah. Bahan organik adalah jumlah total semua substansi yang mengandung karbon organik di dalam tanah, terdiri dari campuran residu tanaman dan hewan dalam berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme dan hewan kecil yang masih hidup maupun yang sudah mati, dan sisa-sisa hasil dekomposisi. Beberapa manfaat pemberian bahan organik adalah meningkatkan kandungan humus tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, mengurangi pengurasan hara yang terangkut dalam bentuk panenan dan erosi, memperbaiki sifat-sifat tanah dan memperbaiki kesehatan tanah. Bahan organik dalam tanah berfungsi untuk meningkatkan kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologi, demikian pula sebaliknya (Widiana, 1994).
Peranan bahan organik dengan hasil akhir dekomposisi berupa humus dapat meningkatkan kesuburan fisik tanah. Humus mempunyai luas permukaan dan kemampuan adsorpsi lebih besar daripada lempung. Sehingga meningkatkan kemampuan mengikat air. Sifat liat (plastisitas) dan kohesi humus yang rendah meningkatkan struktur tanah yang kurang sesuai pada tanah bertekstur halus dan meningkatkan granulasi (pembutiran) agregat sehingga agregat tanah lebih mantap. Agregasi tanah yang baik secara tidak langsung memperbaiki ketersediaan unsur hara. Hal ini karena agregasi tanah yang baik akan menjamin tata udara dan air tanah yang baik pula, sehingga aktivitas mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik dan meningkatkan ketersediaan unsur hara. Peranan bahan organik dalam meningkatkan kesuburan fisik tanah juga dengan mengurangi plastisitas dan kelekatan serta memperbaiki aerasi tanah. Humus juga menyebabkan warna tanah lebih gelap sehingga penyerapan panas meningkat (Buckman & Brady, 1982; Sanchez, 1976).
Fungsi bahan organik dalam meningkatkan kesuburan kimiawi adalah pengikatan atau penyerapan ion lebih besar, meningkatkan kapasitas pertukaran kation. Humus merupakan kompleks koloidal dengan modifikasi lignin poliuronida, lempung, protein dan senyawa lain berfungsi sebagaimisel yang kompleks. Misel mengandung muatan negatif dari gugus –COOH dan –OH yang memungkinkan pertukaran kation meningkat. Fungsi bahan organik dalam meningkatkan kesuburan kimiawi juga akibat penurunan hilangnya unsur hara karena pelindian sebab bahan organik mengikat ion dan immobilisasi N, P, dan S, pelarutan sejumlah unsur hara terutama fosfat dan mineral oleh masam-asam organik sehingga membantu pelapukan kimia mineral dan sebagai gudang unsur hara (Stevenson, 1982; Schnitzer, 1991).
Pengaruh bahan organik bagi kesuburan biologis tanah adalah untuk membentuk jaringan tubuh mikroorganisme dan sumber energi bagi mikroorganisme tanah sehingga populasi mikroorganisme meningkat sehingga meningkatkan ketersediaan unsur hara (Buckman Brady, 1982; Widiana, 1994).




BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan mulai tanggal 15 Maret 2011 sampai dengan 28 Juni 2011 di kebun percobaan Program Agroteknologi Fakultas Agribisnis dan Teknologi Universitas Djuanda Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih cabai merah keriting, puradan, arang sekam, pupuk (Urea, TSP dan KCl), dan pupuk kandang (kotoran sapi).
3.2.2. Alat
Alat yang digunakan adalah cangkul, garpu, sabit, tali rapia, ajir bambu, meteran,  ember, penggaris, mulsa pelastik , gunting, polibag, dan timbangan.
3.3. Metode
Bahwa dalam praktikum pengamatan ini menggunakan lima taraf perlakuan yaitu :  
 P0 = Tanpa menggunakan pupuk kandang  
 P1 = Menggunakan 1 takar gelas aqua pupuk kandang
 P2 = Menggunakan 2 takar gelas aqua pupuk kandang
 P  = Menggunakan 3 takar gelas aqua pupuk kandang
P4  = Menggunakan 4  takar gelas aqua pupuk kandang
P5  = Menggunakan 5 takar gelas aqua pupuk kandang
Peubah yang diamati :
Peubah yang diamati selama pengamatan yaitu :
a.    Tinggi tanaman, di ukur dari pangkal batang tanaman bagian bawah sampai ujung tunas atau pucuk mulai tanaman berumur 2 – 5 MST.
b.   Jumlah daun, dihitung saat tanaman berumur 2-5 MST.
c.    Jumlah bunga, dihitung saat tanaman mengeluarkan bunga 6 MST.
d.   Panjang buah dan lingkar buah.
e.    Bobot buah perpohon dan perbedengan.
3.4. Pelaksanaan Praktikum
3.4.1. Proses Pembibitan
A. Pengisian Media Tanam
Media yang digunakan untuk pembibtan adalah berupa arang sekam padi dan tanah. Kedua bahan dicampur secara merata, kemudian dimasukan kedalam polibag atau rak pembibitan.
B. Penyemain Benih
Sebelum benih disemai benih direndam dalam air hangat, kemudian benih ditanam kedalam wadah pembibitan yang telah disiram terlebih dahulu. Setelah umur 1 minggu kemudian bibit dipindah ke polibag. 
3.4.2. Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma yang tumbuh dengan cara decangkul atau dikored. Kemudian lahan digemburkan dengan dicangkul  bertujuan agar tanah menjadi gembur, aerasi tanah menjadi baik dan mematikan organisme – organisme yang tidak menguntungkan. Tanah yang sudah gembur selanjutnya dibentuk bedengan dengan panjang sesuai kebutuhan dan leber 1,2 meter. Pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam 40 x 30 cm, bertujuan untuk pemberian pupuk kandang sesuai dengan perlakuan.
Pemasangan mulsa pelastik hitam perak (MPHP) setelah pupuk kandang dibenamkan selama satu minggu. Permukaan bedengan diratakan terlebih dahulu agar mulsa tidak rusak atau robek. Pertama mulsa dipasang pada ujung bedengan dengan cara ujung mulsa digulung dengan bambu kemudian ditancabkan kedalam tanah dan bagian ujung mulsa satunya ditarik ke ujung bedengan yang sama proses sama dengan yang pertama. Penggunaan mulasa bertujuan agar menghambat pertumbuhan gulma, menggurangi erosi, mengurangi penguapan dan serangan HPT.
3.4.3. Penanaman
Penanaman dilahan dilaksanakan setelah bibit berumur 3-4 MST. Sebelum dilaksanakan penanaman dilahan terlebih dahulu pembuatan lubang tanam dengan cara membolongi mulsa dengan menggunakan gunting dengan ukuran diameter menggunakan bekas kaleng susu,  dengan ukuran jarak tanam 30 x 40 cm. Bibit cabai hasil sortasi kemudian ditanam dengan cara membuka polibag terlebih dahulu dan dimasukan secara hati kedalam lubang tanam.
3.4.4. Perawatan
A. Pemupukan dan penyulaman
Pemupukan dilaksanakan sebanyak tigali pemupukan. Pupuk yang digunakan adalah Urea, TSP dan KCL. Pemupukan pertama dilaksanakan stelah tanaman berumur 2 minggu setelah pindah tanam kelahan (MSPT) dan 4 (MSPT) . Penyulaman dilaksanakan 1 MSPT bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati  dilakukan penanaman bibit baru yang telah disipakan sebagai cadangan dipembibitan.
B. Pengendalian Gulma
Perawatan salah satunya pembersihan gulma yang tumbuh disekitar drainase dan lubang tanam. Gulma dibersihkan dengan cara di cabut dan dipotong menggunakan sabit. Pembersihan  gulma bertujuan untuk menghindari kompotisi hara dan mengurangi seangan hama dan penyakit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Data Pengamatan
4.1.1. Tinggi Tanaman
Bahwa dari hasil pengamatan menunjukan perlakuan P3 lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya. Rata – rata tinggi tanaman pada umur  2 – 5 MST pada Tabel. 1.
Tabel. 1. Rata – rata Tinggi Tanaman  (cm)
Perlakuan
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
P0
11.5
15.35
20.2
30
P1
10.4
13.6
17.1
33.5
P2
8.2
12.12
17.24
41.4
P3
18.3
24.5
38.2
44.4
P4
12.2
15.27
26.42
43.8
P5
10.5
14.4
18.1
34.4


4.1. 2. Jumlah Daun
Hasil pengamatan jumlah daun pada perlakuan P2 menunjukan jumlah paling banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya. Rata – Rata jumlah daun setiap perlakuan mulai umur tanaman 2 – 5 MST pada Tabel. 2.
Tabe. 2. Rata – rata Jumlah Daun 2 – 5 MST
Perlakuan
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
P0
11
13
16
20
P1
10
13
17
22
P2
11
16
26
46
P3
8
14
20
35
P4
9
13
18
32
P5
8
10
12
17











4.1. 3. Jumlah Bunga
Hasil pengamatan bahwa jumlah bunga tanaman cabai paling banyak pada P1 dibandingkan perlakuan yang lainnya. Rata – rata jumlah bunga pada umur 6 – 9 MST  pada Tabel. 3.
Tabel. 3. Rata – rata Jumlah Bunga Cabai
Perlakuan
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
Bunga
Bunga
Bunga
Bunga
P0
40
8
17
54
P1
6
13
25
40
P2
4
12
36
46
P3
6
16
21
42
P4
2
7
18
39
P5
3
7
10
7







4.1. 4. Jumlah Buah
Hasil pengamatan tanaman cabai yang mempunyai jumlah buah paling banyak pada perlakuan P3 dibandingkan perlakuan yang lainnya. Jumlah buah rata – rata pada umur 6 -  9 MST  pada Tabel. 4.
Tabel. 4. Rata – rata Jumlah Buah 6 – 9 MST
Perlakuan
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
Buah
Buah
Buah
Buah
P0
3
5
16
28
P1
3
7
15
23
P2
2
5
13
30
P3
10
29
39
43
P4
2
7
14
36
P5
3
9
22
33







4.1. 5. Panjang dan Lingkar Buah
Pada perlakuan P4 menunjukan buah paling panjang diantara perlakuan yang lainnya. Dengan panjang buah rata – rata 14.48 cm. Sedangkan lingkar buah yang paling tinggi terdapat diperlakuan P3. Rata – rata panjang dan lingkar buah pada Tabel. 5.



Tabel. 5. Rata – rata Panjang dan Lingkar Buah (cm)
Perlakuan
Panjang
lingkar
P0
13.52
2.53
P1
13.73
2.35
P2
10.23
2.41
P3
13.85
2.63
P4
14.48
2.38
P5
14.3
2.48






4.1. 6. Bobot Buah Cabai Perbedengan
Bahwa hasil pengamatan menunjukan bobot total rata - rata perbedengan paling tinggi pada perlakuan P3 dengan bobot 3420 gram, dibandingkan dengan bobot yang lainnya. Rata – rata bobot buah perbedengan pada Tabel. 6.
Tabel. 6. Rata – rata Bobot  Buah  Perbedengan (gram)
Perlakuan
Total
P0
1895
P1
1780.5
P2
1950
P3
3420
P4
1560
P5
1504

4.1. 7. Bobot Buah Cabai Perpohon
Hasil pengamatan menunjukan bobot rata – rata paling tinggi pada perlakuan P3 dengan bobot 221.22 gram/pohon. Rata – rata bobot buah cabai perpohon tersaji pada Tabel. 7.
Tabel. 6. Rata – rata Bobot Buah  Perpohon (gram)
Perlakuan
Rata - rata/pohon
P0
166.73
P1
119.17
P2
153.89
P3
221.22
P4
96.67
P5
95.22









4.2. Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman cabai merah keriting pada beberapa perlakuan P0, P1, P2, P3, P4 dan P5 mulai tanaman berumur 2, 3, 4 dan 5 MST menunjukan hasil yang paling tinggi pada perlakuan P3. Bahawa perlakuan tiga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.  Penggunaan pupuk kandang pada perlakuan tiga ini efektif karena mempunyai pengaruh nyata terhadap pertumbuhan. Pada perlakuan tiga ini tinggi tanaman umur 5 MST mencapai 44.4 cm.
Pada perlakuan dua menunjukan jumlah daun cabai paling banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Jumlah daun pada umur 5 MST sebanyak 46 daun. Maka pada perlakuan tiga berpengaruh terhadap pembentukan daun. Pada jumlah bunga pada setiap perlakuan tidak menunjukan perbedaan jumlah yang begitu jauh.
Pada perlakuan tiga menunjukan perbedaan yang nyata mulai umur 6 – 9 MST dengan perlakuan yang lain. Jumlah bunga mencapai 43 buah pada umur tanaman 9 MST. Panjang buah yang menunjukan hasil paling tinggi pada perlakuan empat dan lingkar buah yang menunjukan hasil nyata pada perlakuan tiga.
Hasil bobot buah cabai perbedengan setiap perlakuan menunjukan hasil paling tinggi pada perlakuan tiga mencapai 3420 gram. Sedangkan bobot buah perpohon setiap perlakuan yang menunjukan paling tinggi pada perlakuan tiga mencapai 221.22 gram.  









BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Hasil selama pengamatan terhadap tanaman cabai yang diberikan perlakuan pupuk kandang dengan beda dosis. Bahwa pupuk kandang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi cabai merah. Karena pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Pada perlakuan tiga sangat efektif untuk tanaman cabai merah, karena menunjukan hasil yang tinggi terhadap pertumbuhan dan produksi . Tanaman cabai yang tidak diberikan pupuk kandang sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman sangat rendah dibandingkan dengan tanaman yang diberi pupuk kandang.



















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Menanan Budidaya Cabai Merah http://rivafauziah.wordpress. com/2009/02/02/menanam-budidaya-cabai-merah/.
Buckman, H.O. dan Brady, 1982. Ilmu Tanah. Penerjemah : Soegiman. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Hal. 131-191.
Brady, N.C. (1990) The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co., New York.
Harpenas, Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hewindati, Yuni Tri dkk. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.
http://www.tanindo.com/budidaya/ cabe/cabehibrida.htm.
Power, J.F. and Papendick, R.I. (1997) Sumber-sumber organik hara. In Tenologi Dan Penggunaan Pupuk, (Eds Engelstad O.P) (Transl. Didiek Hadjar Goenadi), pp. 752-778. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Stevenson, 1982. Humus Chemistry. John Wiley and Sons. New York.
Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Widiana, G.N., 1994. Peranan EM-4 dalam Meningkatkan Kesuburan dan Produktifitas Tanah. Buletin Kyusei Nature Farming. Vol 5 : 28– 43 p.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar